A. Sejarah
Tahun 932,
kerajaan Sunda didirikan di bawah naungan Sriwijaya, di kawasan Banten, dengan
ibukota di Banten Girang.
Kerajaan ini berakhir tahun 1030, dengan mungkin Maharaja
Jayabupati sebagai raja terakhirnya, yang memindahkan pusat kerajaan
ke pedalaman, di Cicatih
dekat Cibadak.
Setelah itu Sunda diperkirakan jatuh
di bawah kekuasaan langsung Sriwijaya. Di abad ke-12, lada
menjadi bahan ekspor yang berarti bagi Sunda.
Dalam bukunya, Zhufan
Zhi (1225), Zhao Rugua
menyebut "Sin-t'o" sebagai bawahan Sriwijaya tapi menulis bahwa
"tidak ada lagi pemerintahan yang teratur di negara itu. Penduduk menjadi
perampok. Mengetahui ini, saudagar asing jarang ke sana." Pernyataan ini
menunjukkan pelemahan kekuasaan Sriwijaya, yang sendirinya juga menjadi sarang
perompak. Menurut Nagarakertagama,
setelah raja Kertanegara
menyerang kerajaan Malayu tahun 1275, Sunda jatuh di bawah
pengaruh Jawa. Namun berkat lada, ekonomi Sunda berkembang pesat di abad ke-13
dan ke-14.
Menurut Carita
Parahyangan, Banten Girang ("Wahanten Girang")
diserang Pajajaran, negara pedalaman yang juga
beragama Hindu-Buddha. Peristiwa ini diperkirakan terjadi di sekitar tahun
1400. Sunda tunduk pada Pajajaran, yang lebih mementingkan pelabuhannya yang
lain, Kalapa (kini Jakarta) dan mungkin satu lagi di muara Citarum. Mungkin itu sebabnya Tomé Pires menulis bahwa pelabuhan yang
paling besar di Jawa Barat adalah Kalapa. Namun di sekitar tahun 1500,
perdagangan internasional bertambah pesat untuk lada dan membuat Sunda lebih
kaya lagi.
Jatuhnya Melaka di tangan Portugis tahun 1511
berakibatkan perdagangan terpecah belah di sejumlah pelabuhan di bagian barat
Nusantara dan membawa keuntungan tambahan ke Sunda. Ada kemungkinan rajanya
masih beragama Hindu-Buddha dan masih tunduk pada Pajajaran. Namun berkurangnya
kekuasaan Pajajaran memberi Sunda kesempatan dan peluang yang lebih luas. Raja
Sunda, yang diancam kerajaan Demak
yang Muslim, menolak untuk masuk Islam. Dia ingin bersekutu dengan Portugis
untuk melawan Demak. Tahun 1522 Banten dan Portugis
menandatangani suatu perjanjian untuk membuka suatu pos di sebelah timur Sunda
untuk menjaga perbatasan terhadap kekuatan Muslim.
Tahun 1523-1524, Sunan Gunung
Jati meninggalkan Demak dengan memimpin suatu bala tentara.
Tujuannya adalah mendirikan suatu pangkalan militer dan perdagangan di bagian
barat pulau Jawa. Sunda ditaklukkannya dan rajanya diusir. Saat Portugis balik
ke Sunda tahun 1527 untuk menerapkan perjanjian dengan
Sunda, Gunungjati menolaknya. Sementara Kalapa juga direbut pasukan Muslim dan
diberi nama baru, "Jayakarta" atau
"Surakarta" ("perbuatan yang gemilang" dalam bahasa
Sangskerta.
Banten kemudian diperintah oleh
Gunung Jati sebagai bawahan Demak. Namun keturunannya akan membebaskan diri
dari Demak. Tahun 1552, Gunung Jati pindah ke Cirebon, di mana dia mendirikan kerajaan
baru.
Jatidiri dan kegiatan Gunung Jati
lebih banyak diceritakan dalam naskah yang sifat kesejarahannya kurang pasti
sehingga terdapat banyak ketidakpastian. Boleh jadi kegiatan militer yang dikatakan
dilakukan oleh dia, sebetulnya adalah perbuatan orang lain yang oleh Portugis
dipanggil "Tagaril" dan "Falatehan"
(yang mungkin maksudnya "Fadhillah Khan" atau "Fatahillah")
dan yang dalam sejumlah cerita disamakan dengan Sunan Gunung Jati. Purwaka Caruban Nagari, suatu babad
yang dikatakan ditulis tahun 1720, membedakan Gunung
Jati dari Fadhillah.
Raja Banten kedua, Hasanuddin (bertahta 1552-1570), memperluas
kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung, yang hubungannya dengan Jawa Barat
sebetulnya sudah lama. Menurut tradisi, Hasanuddin adalah anak Gunung Jati. Dia
menikah dengan seorang putri dari raja Demak Trenggana dan melahirkan dua orang anak.
Raja ketiga, Maulana
Yusuf (bertahta 1552-1570), menaklukkan Pajajaran di tahun 1579).
Menurut tradisi, Maulana Yusuf adalah anak yang pertama Hasanuddin. Sedangkan
anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa
Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah
Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kesultanan
Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana
Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan
Jepara menyerang Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh
Banten karena dibantu oleh para ulama.
Tahun 1638
Pangeran Ratu (bertahta 1596-1651) menjadi
raja pertama di pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" dengan nama Arab "Abulmafakhir Mahmud
Abdulkadir”
B. Lokasi
Kerajaan Banten
Kerajaan
Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di
Barat Pulau Jawa. Pada mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan
Pajajaran. Raja kerajaan Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk
membendung kerajaan Demak untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja
Demak yaitu Sultan Trenggana memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk merebut
kerajaan Banten dari tangan kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut berhasil
dengan gemilang. Pasukan kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan berhasil
menaklukkan kerajaan Banten yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas
wilayahnya.
C. Aspek
Kehidupan Masyarakat
Aspek
kehidupan kerajaan Banten meliputi:
1. Aspek
Kehidupan Ekonomi
Kerajaan
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak.Adabeberapa factor yang mempengaruhinya,
antara lain:
- Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memilki syarat menjadi pelabuhan yang baik. Dengan pelabuhan yang memadai itu, kerajaan Banten dapat di datangi oleh pedagang-pedagang dari luar, seperti pedagang dari China, India, Gujarat, Persia dan Arab yang setelah berlabuh di Aceh, banyak yang melanjutkan pelayarannya melalui pantai Barat Sumatra menuju Banten. Selain pedagang dari luar, ada juga pedagang yang dating dari kerajaan-kerajaan tetangga, seperti dari Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Maluku.
- Kedudukan kerajaan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang Islam makin ramai sejak bangsa Portugis berkuasa di Malaka.
Kedua
faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan
perdagangan dan pelayaran, sehingga pada saat itu kerajaan Banten sangat cepat
mengalami perkembangan yang bias di bilang sangat pesat.
2. Aspek
Kehidupan Sosial
Kehidupan
sosial masayarakat kerajaan Banten meningkat sangat pesat pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, karena ia sangat memperhatikan kehidupan
masyarakat dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya.Adausaha yang
di tempuhnya untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera, yaitu denganmenerapkan
system perdagangan bebas dan mengusir Belanda dariBatavia(Jakartasekarang) walaupun
usahanya ini gagal.
Secara
pelahan, kehidupan sosial kerajaan Banten mulai berlandaskan pada hokum-hukum
Islam. Orang-orang yang menolak ajaran baru memisahkan diri ke daerah pedalaman
yaitu di daerah Banten Selatan dan kemudian di kenal dengan nama Suku Badui,
kepercayaan ini kemudian disebut dengan Pasundan Kawitan (Pasundan yang
pertama).
Kehidupan
sosial kerajaan Banten dapat kita lihat pada bidang seni bangunan, yaitu seni
bangunan oleh Jan Lucas Cardel (orang Belanda yang masuk Islam) dan bangunan-bangunan
gapura di Kaibon Banten.
3. Aspek
Kehdupan Politik
Kerajaan
Banten adalah kerajaan Islam di Jawa yang menjadi kerajaan penghapus kerajaan
Hindu di Jawa. Ini di karenakan usaha kerajaan Banten memperluas wilayahnya.
Sultan Maulan Yusuf yang menggantikan ayahnya yaitu Sultan Hasanuddin yang
mangkat pada tahun 1570 mempeluas wilayah kekuasaannya ke daerah pedalaman.
Pada tahun 1579 kekuasaan kerajaan Pajajaran dapatdi taklukkan, ibu kotanya di
rebut sedang rajanya Prabu Sedah tewas dalam pertempuran.
D. Puncak kejayaan
Masa Sultan
Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas
contoh Eropa. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Dibantu orang
Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam,
Vietnam, Filipina, Tiongkok dan Jepang.
Sultan Ageng juga memikirkan
pengembangan pertanian. Antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar
dilakukan. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga
sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu
hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani
ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makassar.
Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina di tahun 1620-an, dikembangkan.
Di bawah Sultan Ageng, penduduk kota Banten meningkat dari 150 000 menjadi 200
000.
a. Masa Kekuasaan Sultan Haji
Pada
zaman pemerintahan Sultan Haji, tepatnya pada 12 Maret 1682,
wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam
surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.
Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682
yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
b. Penghapusan Kesultanan
Kesultanan
Banten dihapuskan tahun 1813
oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhamad Syafiuddin dilucuti
dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari
penghancuran Surasowan oleh Gubernur-Jenderal
Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.
E. Keruntuhan
Kerajaan Banten
Bantuan
dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi
kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada
VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint
Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.Suratitu
kemudian dikuatkan dengansuratperjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat
VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan
perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian
akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah
meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di
Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat
persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar
tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara
yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa
berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak
ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten.
Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul
Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang
dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta
bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752
Banten telah menjadi vassal dari VOC.
F.
Daftar raja Banten
- Sunan Gunung Jati
- Hasanuddin 1552 - 1570
- Maulana Yusuf 1570 - 1580
- Maulana Muhammad 1585 - 1590
- Sultan Abulmufakhir Mahmud Abdulkadir 1596 - 1647 (dianugerahi gelar "Sultan"pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
- Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
- Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
- Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
- Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
- Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
- Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
- Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
- Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
- Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
- Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
- Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
- Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
- Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
- Aliyuddin II (1803-1808)
- Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
- Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
- Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
G. Peninggalan
Kerajaan Banten
1. Masjid
Banten
Kebesaran
Kesultanan Banten dapat dilihat daripada bangunan-bangunan yang didirikan oleh
kesultanan itu. Masjid Agung Banten adalah salah satu contohnya. Masjid ini
didirikan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin dan memiliki
keunikan pada struktur bangunannya.
Bangunan induknya
berbentuk segi empat. Atapnya yang diperbuat daripada genting tanah liat
berbentuk bujur sangkar yang berupa kubah atap tumpang bertingkatlima. Terdapat
empat batang tiang di bahagian tengah yang menjadi tiang penyangga. Terdapat
juga mimbar kuno / lama yang berukiran indah.
Di bahagian kiri
serambi masjid yang terletak di sebelah utara, terdapat beberapa makam sultan
Banten para kerabat, antara lain makam Maulana Hasanuddin dan isterinya, makam
Sultan Ageng Tirtayasa, dan makam Sultan Haji. Sementara itu, di serambi sebelah
kanan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad.
2. Kraton
Surosowan Benteng Speelwicjk
Keraton ini dibina
pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin. Dari keraton yang cukup besar ini,
salah satu yang masih tersisa sekarang adalah tembok benteng tebal yang
mengelilingi kawasan seluas 4 hektar dan berbentuk empat persegi panjang.
Ketinggian tembok benteng ini adalah antara antara 0.5-2 meter, dengan
kelebaran sekitar 5 meter.
Dahulu tembok ini
dikelilingi parit pertahanan. Tembok benteng dan gerbangnya itu dibina oleh
Maulana Yusuf. Selain itu, yang masih tersisa adalah bangunan bersiram (mandi),
bekas kolam, dan taman.
Dahulu gedung
Tiamah merupakan bangunan yang digunakan oleh para ulama dan umara Banten untuk
berdiskusi mengenai soal-soal agama. Bangunan itu terletak di halaman bahagian
selatan Masjid Agung Banten. Tiamah merupakan bangunan tambahan yang didirikan
oleh Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arkitek Belanda yang memeluk agama Islam.
Beliau kemudiannya diberi gelaran Pangeran Wiraguna. Ketika ini gedung tersebut
dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan khazanah kerajaan.
4. Istana
/ Keraton Kaibon
Para Sultan Banten
tinggal di Keraton Kaibon yang terletak di Kampung Kroya. Keraton ini terletak
tidak begitu jauh dari Keraton Surosowan. Namun, pada tahun 1832, keratin ini
dibongkar oleh pemerintah Hindia Belanda.
5. Tokong
Cina
Tidak jauh dari
Keraton Surosowan terdapat tokong Cina. Hal ini merupakan salah satu bukti
adanya toleransi antara umat beragama di wilayah kekuasaan Kesultanan Banten
yang beragama Islam.
Kesimpulan
Dari
artikel ini dapat kami tarik kesimpulan bahwa:
- Kerajaan Banten adalah kerajaan bercorak Islam yang mampu menghapus kerajaan Hindu di Jawa.
- Kerajaan Banten hidup dari perdagangan dan pelayaran.
0 comments:
Post a Comment